kabur Aja Dulu

 

Malam itu, langit mendung. Rintik hujan membasahi aspal jalanan kota. Raka duduk di kamarnya, menatap tiket kereta yang baru saja ia beli. Ia bimbang. Pergi atau tetap di sini?

"Kalau nggak sekarang, kapan lagi?" gumamnya.

Ia lelah. Bukan lelah secara fisik, tapi pikirannya terasa penuh. Tuntutan keluarga, pekerjaan yang membosankan, dan perasaan terjebak dalam rutinitas yang tak ia inginkan.

Di ponselnya, ada satu pesan dari sahabatnya, Nara.

"Kapan terakhir kali kamu benar-benar merasa bebas, Ka?"

Pertanyaan itu menamparnya. Kapan, ya? Ia tidak ingat. Hidupnya seperti diatur oleh ekspektasi orang lain.

Tiba-tiba, hatinya mantap. Raka meraih ranselnya, memasukkan beberapa pakaian, dompet, dan ponsel. Tak lupa tiket kereta yang akan membawanya pergi dari kota ini, setidaknya untuk sementara.

Di peron stasiun, ia berdiri sendirian. Kereta datang, dan pintunya terbuka. Ini saatnya. Ia melangkah masuk.

Sambil duduk di dekat jendela, Raka menarik napas panjang. Untuk pertama kalinya setelah sekian lama, ia merasa sedikit lebih ringan. Mungkin, kabur bukanlah solusi, tapi siapa tahu—ini bisa menjadi awal dari sesuatu yang lebih baik.



Komentar

Postingan populer dari blog ini

bintang di langit malam

Asal Usul Kota Tasikmalaya