bintang di langit malam

 



Bintang di Langit Malam

Langit malam bertabur bintang, tetapi di hati Arka, hanya ada kesunyian. Ia duduk di beranda panti asuhan, menatap langit sambil menggenggam foto kedua orang tuanya yang sudah pudar warnanya.

“Ibu… Ayah… Apa kalian bisa melihatku dari sana?” bisiknya pelan.

Arka kehilangan kedua orang tuanya sejak usianya tujuh tahun akibat kecelakaan. Sejak itu, ia tumbuh di panti asuhan, berusaha kuat di tengah rasa kehilangan yang sering menyelimutinya.

Namun, malam ini berbeda. Hari ini adalah ulang tahunnya yang ke-15, dan seperti tahun-tahun sebelumnya, tidak ada yang benar-benar istimewa. Anak-anak lain sibuk dengan tugas mereka, sementara pengurus panti hanya memberinya ucapan selamat seadanya.

Arka tersenyum pahit. Ia tidak marah atau kecewa. Ia hanya merasa hampa.

Tiba-tiba, seorang anak kecil, Naila, menarik ujung kaosnya. “Kak Arka, kenapa sendirian?”

Arka tersenyum kecil. “Nggak apa-apa, kok.”

Naila menggeleng. “Kakak jangan sedih. Lihat, aku punya sesuatu untuk kakak.”

Gadis kecil itu menyerahkan sebuah kue bolu kecil dengan lilin menyala di atasnya. Kue itu sederhana, mungkin hanya dari sisa roti di dapur, tapi Naila tersenyum lebar. “Tiup lilinnya, Kak! Jangan lupa buat permintaan!”

Arka terdiam, hatinya terasa hangat. Ia menatap anak-anak lain yang mulai berdatangan, membawa hadiah-hadiah kecil—sebuah gelang anyaman, gambar sederhana, bahkan hanya pelukan.

Untuk pertama kalinya dalam waktu yang lama, Arka merasa tidak sendirian. Ia menutup mata, mengucapkan harapan, lalu meniup lilin kecil itu.

Saat ia membuka mata, bintang-bintang di langit seakan bersinar lebih terang.

Mungkin, kebahagiaan tidak selalu datang dari hal besar. Terkadang, itu tersembunyi dalam hal-hal kecil—dalam kebaikan, dalam perhatian, dan dalam keluarga yang tidak selalu terikat oleh darah, tetapi oleh kasih sayang.


Pesan moral: Keluarga bukan hanya tentang ikatan darah, tetapi juga tentang mereka yang peduli dan menyayangi kita. Kebahagiaan bisa ditemukan dalam hal-hal sederhana, asalkan hati kita mau menerimanya.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

kabur Aja Dulu

Asal Usul Kota Tasikmalaya